
Sewa Mobil Banyuwangi
Explore Wisata Banyuwangi, yang memukau, menawarkan pengalaman wisata tak terlupakan bagi setiap pengunjungnya. Untuk memastikan perjalanan Anda berjalan lancar dan menyenangkan, kami hadirkan layanan sewa mobil Banyuwangi dengan sopir atau driver profesional. Dengan beragam pilihan armada dan layanan, kami siap memberikan pengalaman wisata yang tak terlupakan.
- Sewa mobil Banyuwangi: Driver kami tidak hanya terampil dalam mengemudi, tetapi juga memiliki pengetahuan lokal yang mendalam, memberikan Anda wawasan unik tentang setiap destinasi.
- Rental mobil Banyuwangi: Dengan menyewa mobil di Banyuwangi plus Driver, Anda dapat duduk dan bersantai, sementara kami menangani navigasi dan detail perjalanan.
- Sewa Hiace Banyuwangi untuk Kelompok Besar: Jika Anda bepergian dengan kelompok besar, sewa Hiace di Banyuwangi adalah pilihan ideal. Kombinasi kenyamanan dan kapasitas yang luas membuat perjalanan Anda lebih seru.
Keunggulan Rental Mobil di Banyuwangi dengan Driver:
Sewa Mobil Banyuwangi Murah!
Kebo-keboan: Ritual Unik Suku Osing Banyuwangi

Kebo-keboan adalah salah satu upacara adat yang dilakukan oleh Suku Osing di Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam ritual ini, para peserta berdandan layaknya kerbau, menciptakan pemandangan yang unik dan penuh makna. Upacara ini merupakan bentuk rasa syukur masyarakat atas hasil panen yang melimpah, sekaligus sebagai upacara bersih desa untuk menghindarkan warga dari marabahaya.
Sejarah Ritual Kebo-keboan
Ritual Kebo-keboan memiliki akar sejarah yang panjang dan erat kaitannya dengan kisah Buyut Karti, seorang tokoh yang hidup pada abad ke-18 Masehi. Pada masa itu, wabah penyakit melanda desa, dan Buyut Karti mendapatkan wangsit untuk mengadakan upacara bersih desa. Dalam wangsit tersebut, disebutkan bahwa para peserta harus berdandan seperti kerbau. Konon, kerbau dipilih karena hewan ini dianggap sebagai "teman setia" petani dalam membajak sawah. Sejak saat itu, tradisi Kebo-keboan pun dimulai dan terus dilestarikan hingga kini.
Ritual ini hanya dilakukan di dua desa, yaitu Desa Aliyan di Kecamatan Rogojampi dan Desa Alasmalang di Kecamatan Singojuruh. Meski memiliki kesamaan, pelaksanaan ritual di kedua desa ini memiliki ciri khas masing-masing.
Pelaksanaan Upacara Kebo-keboan
Upacara Kebo-keboan di kedua desa memiliki tahapan yang unik dan sarat makna. Berikut penjelasannya:
1. Di Desa Alasmalang
Di Desa Alasmalang, Kebo-keboan tidak hanya menjadi ritual adat, tetapi juga daya tarik wisata. Upacara ini dilaksanakan dalam tiga tahap:
- Tahap Pertama: Selamatan
Warga menyiapkan 12 tumpeng, lauk-pauk, jenang sengkolo, dan 7 porsi jenang suro. Makanan ini kemudian dinikmati bersama di sepanjang jalan desa. Selain itu, para tetua desa juga melakukan ritual di tempat-tempat keramat seperti Watu Laso, Watu Gajah, dan Watu Tumpeng. - Tahap Kedua: Arak-arakan
Sebanyak 30 manusia kerbau diarak mengelilingi empat penjuru desa. Arak-arakan ini dipimpin oleh tokoh adat, dan di belakangnya terdapat kereta yang dinaiki oleh seseorang yang berperan sebagai Dewi Sri, simbol dewi padi dan kesuburan. - Tahap Ketiga: Penanaman Benih
Para manusia kerbau melakukan penanaman benih padi sebagai simbol harapan akan panen yang melimpah di masa depan.
2. Di Desa Aliyan
Di Desa Aliyan, ritual Kebo-keboan lebih kental dengan nuansa adat dan dilaksanakan dalam lima tahap:
- Tahap Persiapan
Umbul-umbul dipasang di sepanjang jalan desa sebagai tanda dimulainya upacara. - Pembuatan Kubangan
Kubangan dibuat di sepanjang rute arak-arakan manusia kerbau. Kubangan ini melambangkan tempat persemaian padi yang akan menghasilkan beras. - Pembuatan Gunungan
Gunungan hasil bumi yang berisi buah-buahan dan hasil pertanian lain dibuat sebagai simbol kesejahteraan. - Ider Bumi
Manusia kerbau diarak ke seluruh penjuru desa dalam prosesi yang disebut ider bumi. - Ngurit (Penutup)
Seorang tokoh yang berperan sebagai Dewi Sri memberikan benih padi kepada ketua adat. Benih ini kemudian dibagikan kepada para petani untuk ditanam.
Makna dan Filosofi Kebo-keboan
Ritual Kebo-keboan tidak hanya sekadar pertunjukan, tetapi juga memiliki makna mendalam. Upacara ini menggambarkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan hewan, khususnya kerbau yang menjadi simbol kesetiaan dan kerja keras. Selain itu, ritual ini juga menjadi media untuk mengungkapkan rasa syukur atas berkah yang diberikan oleh alam.
Dengan keunikan dan kekayaan maknanya, Kebo-keboan tidak hanya menjadi warisan budaya Suku Osing, tetapi juga menjadi daya tarik wisata yang memikat bagi siapa pun yang berkunjung ke Banyuwangi.
Jadwal Festival Gandrung Sewu 2023
Berdasarkan informasi dari situs resmi indonesia.travel yang dikelola oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Festival Gandrung Sewu 2023 akan digelar pada 16 September 2023 di Pantai Boom, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Jadi, pastikan Anda datang ke Banyuwangi pada tanggal tersebut untuk menyaksikan langsung kemegahan festival ini dari awal hingga akhir. Acara ini sangat istimewa karena hanya bisa ditemukan di Banyuwangi dan diadakan sekali dalam setahun.
Sejarah Festival Gandrung Sewu
Tari Gandrung, tarian tradisional Banyuwangi, telah ada sejak zaman dahulu. Awalnya, tarian ini hanya dibawakan oleh beberapa penari, namun dalam Festival Gandrung Sewu, tarian ini dipertunjukkan oleh ribuan penari sekaligus. Festival ini melibatkan lebih dari seribu penari dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA, dengan syarat tinggi minimal 140 cm.
Festival ini pertama kali digagas oleh Bupati Banyuwangi, Djoko Supaat, pada era 1970-an. Sayangnya, setelah tahun 1978, festival ini sempat terhenti. Baru pada tahun 2012, Bupati Abdullah Azwar Anas berinisiatif menghidupkan kembali festival ini. Akhirnya, pada tahun 2013, Festival Gandrung Sewu kembali digelar setelah sekian lama vakum. Sejak saat itu, festival ini diadakan secara rutin setiap tahun, biasanya pada akhir tahun.
Asal Usul Tari Gandrung
Tari Gandrung tidak bisa dipisahkan dari sejarah Banyuwangi. Tarian ini telah ada sejak masa pembukaan Hutan Tirtagindo yang kemudian dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Blambangan. Perpindahan ibu kota ini diprakarsai oleh Mas Alit, Bupati pertama Banyuwangi, pada tahun 1774. Menariknya, penari Gandrung pertama adalah seorang laki-laki bernama Masran.
Kemudian, pada tahun 1895, muncul kisah tentang seorang anak perempuan bernama Semi yang menderita penyakit parah. Ibunya bernazar bahwa jika Semi sembuh, ia akan menjadikan anaknya seorang penari. Ajaibnya, Semi pun sembuh, dan sang ibu menepati janjinya. Semi kemudian menjadi penari Gandrung perempuan pertama, mengubah tradisi yang sebelumnya didominasi oleh penari laki-laki. Sejak saat itu, Tari Gandrung identik dengan penari perempuan.
Makna Tari Gandrung
Tari Gandrung memiliki makna mendalam sebagai wujud syukur masyarakat Banyuwangi atas hasil panen yang melimpah. Dalam bahasa Jawa, "Gandrung" berarti "tergila-gila", yang menggambarkan kecintaan masyarakat terhadap kemurahan hati Dewi Padi. Dahulu, tarian ini hanya dipentaskan setelah masa panen, namun seiring waktu, Tari Gandrung kini bisa ditampilkan dalam berbagai acara, seperti pernikahan, khitanan, dan festival.
Kini, Tari Gandrung telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Banyuwangi. Banyak sanggar tari yang mengajarkan tarian ini kepada generasi muda, sehingga tidak heran jika ribuan penari dari berbagai usia bisa berpartisipasi dalam Festival Gandrung Sewu.
Ciri Khas Tari Gandrung
Tari Gandrung memiliki beberapa ciri khas yang membedakannya dari tarian tradisional lainnya:
- Musik Pengiring: Tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional seperti kempul (gong), triangle, biola, kethuk, dan kendhang. Kini, alat musik modern seperti rebana dan angklung juga sering digunakan.
- Kain Batik Gajah Oling: Penari Gandrung menggunakan kain batik bermotif gajah oling, motif tertua di Banyuwangi yang terinspirasi dari bentuk belalai gajah.
- Hiasan Kepala: Penari mengenakan mahkota dari kulit kerbau yang dihiasi ornamen berwarna emas dan merah, terinspirasi dari tokoh Antasena dalam cerita wayang.
- Busana Khas: Busana penari terbuat dari beludru hitam dengan hiasan emas, dipengaruhi oleh budaya Bali karena kedekatan geografis Banyuwangi dengan Pulau Dewata.
- Properti Tambahan: Penari menggunakan kipas sebagai properti utama, serta kaos kaki putih yang menjadi ciri khas sejak tahun 1930.
Mengapa Harus Menyaksikan Festival Gandrung Sewu?
Festival Gandrung Sewu adalah pengalaman yang tidak boleh dilewatkan. Acara ini tidak hanya menampilkan keindahan Tari Gandrung, tetapi juga memperkenalkan kekayaan budaya Banyuwangi kepada dunia. Dengan suasana yang meriah dan penuh makna, festival ini menjadi cara unik untuk menghabiskan waktu liburan sekaligus mengenal lebih dalam budaya Indonesia.
Jadi, jangan lewatkan Festival Gandrung Sewu 2023 yang akan digelar pada 16 September mendatang. Siapkan diri Anda untuk menyaksikan pertunjukan spektakuler yang hanya ada di Banyuwangi!
Hubungi Kami
Untuk informasi lebih lanjut atau pemesanan sewa mobil, sila di Banyuwangi hubungi kami di 085236396543 atau Hubungi Kami. Kami siap membantu Anda merencanakan perjalanan di Banyuwangi